Aisyiyah Larangan

Aisyiyah Larangan
Komunitas Aisyiyah Larangan

Sabtu, 22 Oktober 2011

mari berbagi

mari berbuat walaupun kecil, memberi walaupun sedikit, selamat Idul Adha 1432 H
 

Jumat, 21 Oktober 2011

Tujuh Kriteria Hamba Saleh

Tujuh Kriteria Hamba Saleh


Oleh Muhammad Kosim MA

Setiap Muslim pasti menginginkan menjadi hamba yang saleh. Bahkan, sesudah kita berwudlu untuk menghadap dan berdialog dengan Allah (shalat), kita disunahkan berdoa kepada-Nya. Salah satu doa tersebut adalah 'dan jadikanlah aku termasuk kelompok hamba-Mu yang saleh". Jangankan sebagai manusia biasa, Nabi Ibrahim AS pun berdoa: "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh." (QS Asy-Syu'ara [26]: 83).

Untuk menjadi hamba yang saleh, perlu diketahui kriteria hamba-hamba yang saleh tersebut. Dengan memahami kriteria tersebut, diharapkan kita berupaya untuk melakukannya sehingga di hadapan Allah kita termasuk dalam golongan hamba-hamba yang saleh.

Adapun kriteria hamba yang saleh, disebutkan oleh Allah dalam Alquran surah Ali Imran [3] ayat 113-114. Dalam ayat ini, disebutkan tujuh kriteria hamba yang saleh. Pertama, orang yang berlaku lurus (memiliki karakter istikamah). Yakni, teguh pendirian, konsisten, dan komitmen dalam meyakini dan melakukan kebenaran.

Kedua, senantiasa membaca ayat-ayat Allah, baik yang qauliyah (naqliyah), maupun ayat-ayat kauniyah (aqliyah). Ketiga, mereka yang senantiasa sujud di tengah keheningan malam, dengan melaksanakan shalat malam.

Keempat, beriman kepada Allah. Setiap perbuatan dan tingkah lakunya dilandasi dengan zikir (ingat) Allah.  Dengan demikian, zikir itu akan menjadi alat kontrol dan stabilitator baginya dari berbagai kemaksiatan dan dosa.

Kelima, beriman kepada hari akhir. Kehidupannya senantiasa beroritenasi akhirat dan jangka panjang. Ia mengisi waktunya dengan kegiatan positif yang bernilai ibadah.

Keenam, mengajak orang lain untuk berbuat baik dan menghindari kejahatan atau kemaksiatan. Ia harus menjadi teladan, sehingga orang lain bisa mengikutinya. Ketujuh, bersegera melakuan kegiatan positif. Hamba yang saleh tersebut senantiasa berlomba-lomba melakukan kebaikan yang dilandasi dengan keikhlasan karena untuk Allah SWT.

Tujuh karakter di atas merupakan karakter hamba yang saleh. Dari ayat ini pula dapat disimpulkan bahwa kesalehan tersebut mencakup dua hal, yaitu kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Wallahu alam.

Menjauhi Penyakit Hati

Suatu hari, seorang laki-laki menemui Nabi Muhammad SAW, "Wahai Rasulullah, berwasiatlah kepadaku." Lalu Rasulullah bersabda, "Janganlah kamu marah!" Beliau mengulanginya berkali-kali, lalu bersabda, "Janganlah kamu marah." (HR Bukhari)

Hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah RA di atas berisi wasiat Rasulullah kepada umatnya agar menjauhi berbagai penyakit hati, seperti marah, dendam, iri, serta dengki kepada sesama. Ada dua jenis penyakit yang senantiasa melekat pada tubuh manusia, yaitu penyakit fisik dan penyakit hati.

Penyakit fisik terkadang mendapat perhatian lebih ketimbang penyakit hati. Padahal, penyakit hati pun berpotensi menimbulkan efek yang luar biasa.  Banyak yang tak menyadari bahwa penyakit hati merupakan sesuatu yang berbahaya.

Berbeda dengan penyakit fisik yang kasat mata dan dapat dirasakan, penyakit hati justru tersembunyi. Meski tak terlihat, penyakit hati akan melahirkan gangguan psikologis yang berpengaruh pada kesehatan fisik.  Salah satu penyakit hati yang sering kali muncul pada seorang manusia adalah dendam.

Dendam merupakan kumpulan marah dan amarah yang bisa menggerogoti kebersihan hati. Seorang yang menyemai dendam dalam hatinya, tak akan mengalami ketidaktenangan diri, sebelum kemarahannya terlampiaskan. Sering kali orang mengabaikan penyakit hati ini. Padahal, tidak sedikit masalah yang besar lahir justru berawal dari penyakit hati ini.

Ada dua dampak yang akan dialami oleh orang-orang yang memiliki penyakit hati. Pertama, orang yang memiliki penyakit hati, ketika menguasai ilmu, maka ilmunya tidak bermanfaat dan tidak menjadikannya lebih dekat kepada Allah SWT. Kedua, tidak bisa fokus atau khusyuk dalam beraktivitas. Dalam menjalankan ibadah, misalnya, tidak bisa mengkhusyukkan hatinya sehingga tidak bisa menikmati keajaiban amalan ibadah yang dilakukannya.

Ketika hati sudah sakit dan rusak, maka sangat sulit bagi seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sang Khalik menciptakan hati pada diri manusia sebagai tempat bersemayam diri-Nya. "Langit dan bumi tidak dapat meliputi-Ku, hanya hati yang dapat meliputi-Ku,'' demikian bunyi salah satu Hadis Qudsi.

Hadis itu menunjukkan betapa hati memiliki fungsi yang penting  untuk mengenal, mencintai, dan menemui Allah SWT. Hati yang berpenyakit ditandai dengan tertutupnya mata batin dari penglihatan-penglihatan ruhaniah. Manusia tak akan menemukan kepuasan dan kebahagiaan puncak, jika hatinya tertutup berbagai penyakit hati.

Hanya dengan selalu bertobat, berzikir, dan mengerjakan berbagai amalan ibadah dan aktivitas yang sesuai syariat-Nya, hati ini akan bersih.  Sesungguhnya hati ini adalah taman yang harus senantiasa dibersihkan dan ditata.

"Hai anak Adam, Aku telah menciptakan taman bagimu, dan sebelum kamu bisa masuk ke taman ciptaan-Ku, Aku usir setan dari dalamnya. Dan dalam dirimu ada hati, yang seharusnya menjadi taman yang engkau sediakan bagi-Ku." (Hadis Qudsi).

Senin, 03 Oktober 2011

Aisyiyah Intensifkan Penguatan Cabang dan Ranting

Yogyakarta, Organisasi perempuan terbesar di Indonesia Aisyiyah berkomitmen untuk melakukan penguatan terhadap cabang dan ranting organisasi tersebut sebagai kekuatan pendukung gerakan di akar rumput.

"Kami memandang, cabang dan ranting adalah kekuatan dari Aisyiyah, sehingga perlu adanya penguatan dan pembinaan terhadap cabang dan ranting untuk mendukung seluruh gerak dan langkah Aisyiyah," kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Shoimah Kastolani dalam laporan PP Aisyiyah Periode 2005-2010 dalam Muktamar ke-46 Aisyiyah di Yogyakarta,

Menurut dia, penguatan terhadap cabang dan ranting tersebut dapat dilakukan dengan mengintensifkan pertemuan antarcabang dan ranting sebagai wahana tukar pikiran atau berbagi pengalaman dalam melaksanakan berbagai program. "Intensifikasi pertemuan ini dapat dilakukan oleh pimpinan daerah Aisyiyah atau pun pimpinan cabang Aisyiyah setempat," katanya.

Ia melanjutkan, kegiatan pengajian yang telah menjadi kegiatan rutin dari Aisyiyah pun dapat dijadikan sebagai alat oleh cabang dan ranting untuk melakukan pemberdayaan masyarakat.

Selain dapat memperdalam ilmu agama, melalui pengajian tersebut juga dapat dijadikan sarana untuk peningkatan pengetahuan kesehatan, pemberdayaan ekonomi keluarga, serta menambah keterampilan.

Berdasarkan laporan dari wilayah dan daerah, terdapat penambahan yang cukup signifikan dari jumlah cabang dan dan ranting di Indonesia yaitu penambahan 275 cabang dan 707 ranting.

Wilayah yang paling banyak mengalami penambahan cabang dan ranting adalah di Provinsi Jawa Timur.

Namun, setelah dilakukan validasi data menjelang Muktamar ke-46 Aisyiyah, terdapat 61 cabang yang sudah tidak aktif lagi.

Sekretaris PP Aisyiyah Trias Setiawati menyatakan, penambahan cabang dan ranting yang cukup signifikan tersebut menjadi bukti Aisyiyah memiliki semangat yang luar biasa untuk mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat baik dari sisi fisik atau psikologis.